Irmaya Haryuni


Saya terdiagnosa kanker payudara tahun 2008, saat masih berusia 27 tahun. Awal mula saya merasakan ada benjolan kecil di payudara kanan dan terasa sakit jika di tekan. Saat itu saya berpikir mungkin benjolah itu hanyalah faktor hormonal sesaat. Tapi karena semakin merasa tidak nyaman, saya pun menceritakan hal tersebut kepada ibu saya. Beliau terlihat cukup khawatir, mengingat ada riwayat genetik kanker payudara di keluarga kami. Rupanya, nenek saya pun terdiagnosa kanker payudara beberapa puluh tahun yang lalu. Saya tidak terlalu cemas saat itu karena pikiran saya, kanker payudara biasanya dialami oleh wanita ( dan sebagian kecil pria ) di usia 40 tahun ke atas. Untuk menghilangkan rasa kekawatiran ibu , saya pun memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter onkologi yang ada di Surabaya. Hasilnya sungguh mengejutkan karena rupanya benjolan yang ada di payudara kanan saya ganas dan harus segera diambil tindakan untuk operasi.

 

Saya keluar dari ruangan dokter dengan pandangan hampa & masih tidak percaya bahwa ada kanker ganas dalam tubuh saya. Apa yang harus saya lakukan? Apakah operasi adalah jalan yang terbaik? Bagaimana dengan persiapan pernikahan saya yang beberapa bulan lagi akan berlangsung? Ya, saya masih ingat saat itu saya sedang mempersiapkan pernikahan dengan orang yang saya cintai. Bagaimana saya menyampaikan kepada calon suami bahwa saya terkena kanker payudara, dan harus kehilangan satu payudara untuk diangkat? Bagaimana pula dengan pekerjaan saya di kantor? Sungguh bukan hal yang mudah buat saya untuk menyampaikan hal tersebut. Butuh waktu beberapa hari buat saya untuk merenung dan berdiskusi dengan keluarga tindakan apa yang sebaiknya harus saya lakukan. Kenyataan harus dihadapi & masalah harus diselesaikan. Akhirnya saya memutuskan untuk berterus terang kepada calon suami tentang keadaan yang saya alami saat itu. Saya sudah mempersiapkan mental jika seandainya pertunangan kami putus di tengah jalan karena kanker payudara yang saya alami saat itu. Syukur alhamdulilah, calon suami  sangat mendukung saya untuk segera operasi dan menunda pernikahan sampai seluruh rangkaian pengobatan saya tuntas. Dengan dukungan keluarga, calon suami, dan teman-teman terdekat saya pun memberanikan diri untuk dioperasi. Yang ada di pikiran saya saat itu, saya harus sembuh. Saya masih punya banyak impian dan cita-cita di masa depan yang ingin saya raih. Mungkin karena saking menggebunya saya dengan banyaknya impian di kepala yang ingin saya raih, saya tidak terlalu melow dan sedih menghadapi meja operasi .

Ya saya ikhlas saja lah kehilangan satu payudara, asal tidak kehilangan nyawa saya. Setelah operasi selesai, saya berpikir bahwa saya bisa beraktifitas kembali secara normal di tempat saya bekerja. Tapi kenyataan berkata lain, saya diberhentikan dari kantor saya seminggu pasca operasi. Belum sembuh luka operasi yang saya alami, saya harus mengalami luka batin kembali menerima kenyataan pahit tersebut. Sempat berpikir sih kok Tuhan jahat sekali ya sama saya?  Saya masih ingat, di bulan yang sama saya harus kehilangan payudara, pekerjaan, dan rambut ( karena kemoterapi ) di saat yang bersamaan..

 

Saya & Suami

Seiring berjalannya waktu, saya pelan – pelan belajar untuk bisa ikhlas dan menerima semua ujian yang Tuhan berikan pada saya. Semakin saya berserah diri dan mengikuti semua skenario kehidupan yang terjadi , saya merasakan sungguh nikmat perjalan hidup saya. Rangkaian pengobatan kemoterapi, radiasi dan terapi hormon yang saya jalani tidak saya rasakan sebagai beban berat. Alhamdulilah semua saya jalani saja dengan hati tenang & senang. Setelah semua pengobatan selesai, saya pun akhirnya menikah dan berusaha untuk berkarir lagi. Saya kembali mencoba melamar ke beberapa perusahaan dan mendapat penolakan karena riwayat kesehatan yang tidak baik. Rupanya ujian saya belum selesai, hehe.. Saya agak down juga saat itu karena merasa kanker payudara sudah merenggut karir saya. Akhirnya, karena stress berkepanjangan, putus asa tidak menentu dan kepepet tidak punya uang ( maklum biasa terima gaji tiap bulan sebagai pegawai, liat dompet kosong agak sepet juga rasanya, heehe..) saya memutuskan untuk berjualan Macaroni Schotel ( Makaroni Panggang ) secara online dengan brand Madame Schotel. Saya belajar semua sendiri mulai membuat website, foto produk, marketing social media, dll. Saya pikir, kalau tidak ada yang mau mempekerjakan saya di luar sana lebih baik saya saja deh yang membuka lapangan pekerjaan!

 

Diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk berbagi cerita seputar bisnis kuliner online Madame Schotel

Setelah beberapa lama saya tekuni bisnis kuliner online, alhamdulilah responnya sangat baik. Yang tidak saya sangka, justru penghasilan yang saya dapatkan dari bisnis online ini jauh lebih besar dari penghasilan yang saya dapat waktu kerja kantoran dulu. Sungguh indah cara Tuhan menyayangi umatnya. Saya pun kemudian berpikir, banyak hikmah yang saya dapat dari kanker payudara. Bisa jadi Tuhan memang mengambil payudara & pekerjaan saya dulu. Tapi Dia menggantinya berkali-kali lipat di masa yang akan datang. Sekarang saya tidak harus meninggalkan rumah untuk mencari rejeki. Saya diberi kemudahan dan jalan dengan berbisnis online di rumah. Sungguh, di balik masalah dan kesedihan yang menimpa kita..ada hikmah tersembunyi yang tidak kita ketahui di masa yang akan datang.

 

 

 

Jadi, jangan pernah putus asa & patah semangat dalam menjalani cobaan hidup.Sungguh, di balik ujian yang menimpa, kita tidak pernah tahu rencana indah yang sudah Tuhan persiapkan untuk kita esok hari!

Bersama teman-teman survivor kanker payudara